Petikan dari Majalah Muslimah 2008
Pagi itu, walaupun langit telahmenguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan Khutbah. " Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Ku wariskan dua perkara kepada kalian, Al-Quran dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku.
Khutbah singkat itu diakhiri dengan menatap mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar adanya naik turun nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
" Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turn dari mibar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah terbaring lemah dengan keringat yang membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkan saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.
" Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya, " Siapakah itu wahai anakku?'
" Tak tahulah ayahku, oarng sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. lalu Rasulullah menatap puterinay itu dengan pandangan yang menggetarkan, seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
" ketahuilah, dialah yang akan menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut," kata Rasulullah. Fatimah pun menhana ledakan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah mennayakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilkan Jibril yang sebelumnya sudha bersiap di atas langit dunia menyambut roh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril, jelskan apa hakku nanti di hadapan Allah?' tanya Rasulullah dengan suara yang lemah. "pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidka membuatkan Rasulullah lega, matanya ,asih penuh kecemasan.
" Engkau tidak senang, mendengar kahbar ini? tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?'
"Jangan Khuatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: "Ku haramkan syurga vagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya." kata Jibril.
Saatnya semakin dekat Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menengang.
" Jibril, betapa skitnya sakaratul maut ini.." perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunuk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palinhkan wajahmu Jibril?" tanya Rasulullah pada Malaikat pengahntar wahyu itu.
"Siapakan yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.
" Ya Allah, dasyatnya nian maut ini, timpkana saja semua seka maut ini kepadaku, jangan pada umatku."
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu. Ali segera mendekatakan telinganya
"Peliharakanlah solat dan peliharalah oarang-orang lemah diantaramu."
Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahuta, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang kebiruan.
" Umatku! Umatku! Umatku!" dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran.
Kini mampukah kita mencintai sepertinya?
Saturday, May 9, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment